Thursday, March 27, 2014

Imam Hassan Ra dgn Mu'awiyah

Mengapa Imam Hasan As berdamai dengan Mu’awiyah dan tidak melakukan perlawanan seperti imam Husain? Bagian Pertama

27 Maret 2014 pukul 9:21



jawaban bagi kaum syi’ah tentang Mengapa Imam Hasan As berdamai
dengan Mu’awiyah dan tidak melakukan perlawanan seperti imam Husain?



Tentang diamnya Imam Ali dihadapan 3 khalifah ? Tentang 
peperangan yang terjadi antara Ali dengan Muawiah ? Tentang perdamaian
Imam Hasan dengan Mu’awiyah ?



12 imam syi’ah adalah Imam dalam keadaan berkuasa,
juga imam ketika sedang tidak berkuasa.Rasulullah saw mengenai Hasan dan
Husain mengatakan, “Kedua putraku ini akan menjadi imam, baik mereka
bangkit untuk merebut imamah ataupun diam.” [Itsbatul Huda, jilid 5,
hal. 134]
.



Mengenai sebab wafat Hasan, dituliskan bahwa Muawiyah mengirim 100
ribu dirham bagi Ja’dah, istri Imam Hasan, agar meracuni Imam Hasan.
Muawiyah juga berjanji akan menikahkannya dengan Yazid, putranya. Ja’dah
menyetujuinya dan melakukan perintah Muawiyah.[A'lamul Wara, jilid l,
hal. 402-403; Manaqib Ali bin Abi Thalib, jilid 4, hal. 33 Kasyful
Ghummah, jilid2, hal. 140-144].


salafi nashibi begitu mudahnya ia berkata kasar terhadap sang Imam
tapi bungkam seribu bahasa atas perilaku idolanya Muawiyah dan Amr bin
AshJadi memang benar Imam Hasan adalah Imam maksum yang dibenci oleh salafi nashibi.


Bagi wahabi semua yang ada dalam kitab al kafi kulaini dan shahih
bukhari dianggap sudah pasti benar dan meragukan salah satunya berarti
meragukan semua isi kitab tersebut. Si dungu ini sepertinya tidak tahu
kalau ulama kebanggaannya albani bahkan telah menolak hadis shahih
bukhari yaitu hadis yang menerangkan kalau Nabi menikahi Maimunah saat
ihram. Dan jauh sebelum albani sudah ada banyak ulama sunni yang menolak
hadis shahih bukhari ini diantaranya menantu abu hurairah si said al
musayyab.



Yah memang begitulah anak cucu Umayyah, kita sudah lihat betapa Yazid khalifah kebanggan salafi nasibi, putra Muawiyah yang diagungkan salafi nasibi
adalah orang yang haus kekuasaan. Dengan penuh dosa ia menyerang
Madinah dan memaksa penduduk Madinah membaiatnya. Pemimpin macam apa
yang bergelimang dosa seperti itu dan kita lihat ulama-ulama Madinah
yang notabene penduduk Madinah dengan takutnya membaiat pemimpin semacam
itu. Nah memang begitulah mentalitas bani Umayyah dan ulama-ulama
pengikutnya yang diturunkan kepada salafi nasibi.




Mengenai sikap Imam Ali maka kami katakan sikap Beliau adalah sikap
yang paling baik dan orang-orang yang dangkal pikirannya seperti wahabi
nejed tidak bakal mampu memahami kemuliaan Sang imam. Imamah dalam Syiah
adalah jabatan ilahi yang tidak akan berpindah pada siapapun kecuali
kepada orang yang telah ditunjuk oleh Allah SWT. Mereka para perampas
hanya mampu merampas khilafah yang merupakan bagian dari Imamah tetapi
pada hakekatnya para imam tetaplah seorang imam. Disinilah arti penting
tindakan para Imam yang lebih mengutamakan perdamaian dan keutuhan islam
dibanding merebut khilafah dengan pertumpahan darah. Sehingga kita
dapat memahami mengapa Imam Ali tidak menghimpun pasukan untuk mengambil
kembali khilafah.


Orang-orang yang dangkal pikirannya memang tidak akan pernah memahami
apa itu Imamah, bagi mereka khilafah dan Imamah itu sama saja. Dalam
Syiah, Imamah menunjukkan kepemimpinan yang meliputi kepemimpinan dalam
syariat, kepemimpinan dalam akhlak, kepemimpinan dalam ilmu dan
khilafah. Sedangkan dalam sunni kita lihat mereka mengkhususkan Imamah
hanya pada khilafah saja, sehingga tidak mengherankan kalau kita melihat
ada di antara khalifah mereka yang bergelimang penuh dosa.

Imam Ali yang merupakan sahabat yang berjasa besar dalam menegakkan
islam pada masa Rasulullah terkenal dengan kegigihannya secara aktif
dalam setiap perperangan, beliau tidak pernah lari dari perperangan dan
dengan penuh pengorbanan selalu melindungi Rasulullah SAW.


Alangkah anehnya sosok yang berjiwa besar ini ketika
mendadak tidak ada ceritanya pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar,
Beliau mengasingkan diri dan bersikap pasif terhadap pemerintahan Abu
Bakar dan Umar.Beliau tidak ikut serta dalam setiap kebijakan kedua
khalifah tersebut. Salah satu bukti sikap pasif beliau adalah beliau
tidak ikut serta dalam perperangan Abu Bakar melawan orang-orang murtad.
Beliau tidak ikut serta dalam perperangan menaklukan bangsa Rum pada
masa Umar. Walaupun begitu tidak jarang beliau memberikan saran-sarannya
ketika para khalifah meminta saran beliau tentu saja semata-mata demi
kemaslahatan umat dan menegakkan hukum Allah SWT.



Apakah sikap pasif Imam Ali itu menjadi bukti kalau Imam Ali mengakui
kekhalifahan Abu bakar dan Umar?. Siapapun yang berpikir jernih pasti
mengetahui kalau sikap pasif Imam Ali pasti memiliki latar belakang
penyebabnya?. Sunni tidak akan mampu menjawab pertanyaan itu tetapi
Syiah dengan mudah menjawab kalau sikap pasif tersebut karena Imam Ali
lebih berhak dalam masalah khilafah dibanding Abu Bakar dan Umar.

Di satu sisi Imam Ali tahu kalau haknya dirampas dan disisi lain ia
lebih mengutamakan kemaslahatan umat Islam, sikap seperti ini
menunjukkan kebijaksanaan Imam yang luar biasa dan saya yakin orang yang
dangkal pikirannya seperti hakekat.com tidak akan pernah bisa memahami
kebijaksanaan seperti ini bahkan hingga tujuh turunan.


Sekali lagi kita melihat kalau wahabi nejed ini dengan pikiran
dangkalnya telah gagal memahami tindakan Imam Hasan. Lagi-lagi orang ini
tidak paham apa itu Imamah sehingga dengan mudahnya ia berkata Imam Hasan menyerahkan Imamah pada Muawiyah. Perlu anda ketahui wahai orang yang dangkal pikirannya, Imamah adalah suatu ketetapan ilahiah yang tidak bisa diserahkan.


Imamah layaknya kenabian adalah suatu ketetapan Allah SWT, Nabi
tetaplah Nabi meskipun semua orang mendustakannya dan begitu pula imam
tetaplah imam meskipun semua orang menolak untuk mengakuinya. Inilah
Imamah yang tidak bisa anda pahami dan dengan gaya sok pintar anda
merasa tahu soal Syiah. Cih alangkah banyaknya orang dungu menjadi besar
kepala.


Imam Hasan menyerahkan khilafah pada Muawiyah demi kemaslahatan Umat
untuk mencegah kepunahan ahlulbait dari pertumpahan darah yang
sia-sia. wahabi nejed memang tidak bisa melihat permasalahan dengan
benar. Siapa khalifah yang sah pada saat itu?

Tidakkah ia tahu kalau ada tentara Imam Hasan yang ogah-ogahan dan
bermalas-malasan dalam memenuhi seruan Imam Hasan?. Tidakkah ia tahu ada
berapa banyak tentara Imam Hasan yang benar-benar adalah Syiah atau
pengikut Imam Hasan?. Jika tidak tahu maka tidak perlu banyak bicara
wahai orang yang dangkal pikirannya, saya akan membahas bagian ini pada
makalah tersendiri.


Imamah dalam Syiah adalah jabatan ilahi yang tidak akan berpindah
pada siapapun kecuali kepada orang yang telah ditunjuk oleh Allah SWT.
Mereka para perampas hanya mampu merampas khilafah yang merupakan bagian
dari Imamah tetapi pada hakekatnya para imam tetaplah seorang imam.
Disinilah arti penting tindakan para Imam yang lebih mengutamakan
perdamaian dan keutuhan islam dibanding merebut khilafah dengan
pertumpahan darah. Sehingga kita dapat memahami mengapa Imam Ali tidak
menghimpun pasukan untuk mengambil kembali khilafah.


Orang-orang yang dangkal pikirannya memang tidak akan pernah memahami
apa itu Imamah, bagi mereka khilafah dan Imamah itu sama saja. Dalam
Syiah, Imamah menunjukkan kepemimpinan yang meliputi kepemimpinan dalam
syariat, kepemimpinan dalam akhlak, kepemimpinan dalam ilmu dan
khilafah. Sedangkan dalam sunni kita lihat mereka mengkhususkan Imamah
hanya pada khilafah saja, sehingga tidak mengherankan kalau kita melihat
ada di antara khalifah mereka yang bergelimang penuh dosa.


Sungguh berbeda jauh dengan Syiah, Salafi Nasibi tidak hanya
menolak Imam Hasan sebagai Imam dalam agama bahkan salafi nasibi tidak
segan-segan menyatakan kebencian pada Imam Hasan
. Mengapa sang Imam maksum begitu dibenci oleh Salafi nashibi ?. Mari kita simak bersama jawabannya.


Syiah berkeyakinan bahwa Imam yang akan memberi petunjuk bagi manusia
agar tidak sesat adalah Imam ahlul bait yang berjumlah dua belas oleh
karena itu syiah sering disebut Syiah Imamiyah atau Syiah Itsna
Asyariyyah atau Syiah dua belas Imam. Berbeda dengan Syiah, salafi
nashibi justru menolak mengakui ahlul bait sebagai Imam bahkan mereka
lebih suka mengakui Muawiyah, pengikutnya dan cucu-cucunya dan
berlomba-lomba mengutamakan mereka. Salah satu Imam syiah adalah Hasan
bin Ali putra Ali bin Thalib kakak Imam Husain.

Salafi Nashibi sering menutupi kebenciannya terhadap Imam Hasan
dengan selalu mengklaim bahwa mereka mencintai Imam Hasan. Huh betapa
mudahnya cinta itu diklaim, betapa ringannya mulut itu bermanis kata.
Tetapi bangkai tetaplah bangkai, disembunyikan dengan pewangi apapun
baunya akan tetap tercium juga. Begitu pula salafi nashibi tidak ada
gunanya mereka mengklaim mencintai Imam Hasan kalau mereka sendiri
justru memerangi Imam Hasan, menolak mengakui petunjuknya dan memerangi
para pengikut sang Imam. Sikap salafi ini tidak lain hanya muncul dari
kebencian yang diwariskan oleh bani Umayyah.


Ada hal menjijikkan yang sering diulang-ulang oleh salafi nashibi
untuk merendahkan syiah. Mereka menuduh Syiah membenci Imam Hasan dengan
alasan keturunan Imam Hasan tidak ada satupun yang menjadi Imam Syiah
dan justru yang menjadi Imam Syiah adalah keturunan Imam Husain. Salafi
nashibi memang hanya bisa menampilkan tuduhan busuk. Setelah memerangi
Imam Hasan, salafi nashibi tidak puas kalau nama sang Imam begitu harum
disisi Syiah sehingga mereka berusaha merendah-rendahkan syiah dengan
tuduhan busuk seperti itu. Jika ada yang bertanya, apa salah Syiah? Maka
jawabannya karena syiah satu-satunya umat Islam yang berpedoman kepada
Imam Hasan agar tidak tersesat.


Mengenai tuduhan bahwa Syiah tidak menjadikan Imam dari keturunan
Hasan maka tidak ada yang dapat saya katakan kepada mereka selain betapa
bodohnya mereka yang menuduh seperti itu. Alangkah bodohnya mereka
tentang mahzab Syiah dan Imamah sampai-sampai mereka menanyakan sesuatu
yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan syiah. Cih camkan wahai
para nashibi seperti hakekat.com, Syiah tidak pernah mengangkat
dan menjadikan siapapun sebagai Imam bagi manusia. Syiah hanyalah
mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya.



Dalam kitab Uyun Akhbar Ar Ridha jilid 1 hal 57 disebutkan:


Imam Ali alaihissalam ditanya tentang apakah yang
dimaksud oleh Rasulullah SAW dengan ahlul bait ketika Rasulullah SAW
bersabda “kutinggalkan dua pusaka berharga diantaramu yaitu Kitab suci
Allah dan Ahlul baitku?”. Imam Ali alaihissalam menjawab “yang dimaksud
Beliau mengenai Ahlul Bait adalah Aku, Hasan, Husain dan Sembilan orang
Imam keturunan Husain, yang kesembilan adalah Mahdi Al Qaim. Mereka
tidak akan berpisah dari kitab suci Allah sampai menemui Rasulullah di
telaga haudh.


Syiah begitu teguh mengikuti para Imam ahlul bait bahkan walaupun
sang Imam melakukan sesuatu yang tidak disukai mereka maka mereka tetap
menjadikan Imam sebagai pedoman. Berbeda sekali dengan salafi nashib
yang memerangi Imam Hasan, mereka dipimpin Muawiyah dan pengikutnya
telah menolak untuk mengakui Imam Hasan sebagai khalifah yang sah.
Mereka mengangkat senjata untuk memerangi Imam Hasan sungguh tidak ada
lagi kebencian yang lebih besar dari itu. Oleh karena itu ketika Imam
Hasan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah dan pengikutnya maka kaum
syiah menjadi bingung, mereka awalnya tidak mau menerima hal tersebut
tetapi setelah mereka bertanya kepada Imam Hasan sendiri maka merekapun
mendapatkan jawabannya dan dengan teguh tetap mengakui kalau Imamah
adalah milik Imam Hasan.


Dalam kitab Biharul Anwar jilid 44 hal 24 disebutkan sebagai berikut :


Abu Ja’far berkata, salah seorang pengikut Hasan yang
bernama Sufyan bin Laila datang menghadap Hasan dengan menaiki onta, dia
melewati imam Hasan yang sedang duduk di teras rumahnya, dia pun
berkata : Assalamualaikum wahai penghina orang beriman!”. Hasan berkata
padanya : turunlah kemari dan jangan tergesa-gesa. Dia pun turun dan
mengikatkan ontanya pada tiang rumah seraya menghampiri Hasan. Hasan
berkata padanya : barusan kamu bilang apa? Jawab Sufyan Saya mengatakan
Assalamualaika wahai penghina orang beriman”. Hasan menjawab siapa yang
memberitahu padamu hal itu? Dia menjawab ” kamu telah sengaja melepaskan
kepemimpinan umat dan kau serahkan pada seorang taghut yang berhukum
dengan selain hukum Allah. Hasan berkata : akan kuberitahukan padamu
mengapa saya berbuat demikian, aku mendengar ayahku berkata, bahwa Nabi
telah bersabda : hari hari tidak akan berlalu sampai memegang urusan
umat ini orang yang ba;’umnya luas dadanya lebar, suka makan dan tidak
pernah kenyang, dialah Muawiyah,karena inilah aku melakukan hal itu.
Hasan bertanya pada Sufyan : Apa yang membuatmu kemari? Jawabnya :
kecintaanku padamu wahai Hasan, yang membuatku datang kemari menemuimu.
Lalu Hasan berkata : demi Allah, tidak ada seorang hamba yang mencintai
kami walaupun dia sedang ditawan di negeri Dailam, maka kecintaan itu
akan berguna baginya, sesungguhnya kecintaan manusia pada kami akan
menggugurkan dosa sebagaimana angin yang menggugurkan daun dari
pepohonan.


Kecintaan syiah kepada sang Imamlah yang membuat mereka pengikut
syiah segera bertanya kepada sang Imam mengapa Imam menyerahkan khilafah
kepada Muawiyah?. Mereka tidak suka kalau khilafah dipegang oleh para
pembenci Imam ahlul bait, sehingga syiah pun menjadi bingung atas
tindakan sang Imam. Walaupun begitu mereka tidak berlepas diri dari sang
Imam bahkan mereka menghadap sang Imam untuk memperoleh kejelasan.
Sikap syiah yang selalu berpegang pada Ahlul bait mengundang rasa iri
dan dengki wahabi.


Jangan karena kebencian matamu hanya tertuju kepada syiah lantas
bagaimana dengan Muawiyah, Amr bin Ash dan para pengikutnya yang
merupakan sahabat kebangganmu. Bukankah mereka nyata-nyata memerangi
sang Imam. Kebencian dan kekejian mana yang lebih dari itu. Baiklah,
mungkin bukan Sunni tapi salafi nashibi, bukankah mereka salafi nashibi
itu selalu memuja Muawiyah bahkan tidak malu-malu salafi nashibi membuat
hujjah khusus yang  mengenai keutamaan Muawiyah.

1. Wahabi berpedoman pada hadis Hadis dibawah ini :


لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيمَتَانِ يَكُونُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ دَعْوَتُهُمَا وَاحِدَةٌ

“Tidak akan tegak hari kiamat hingga terjadi peperangan antara dua
kelompok besar. Korban besar terjadi di antara keduanya. Kedua kelompok
itu memiliki seruan yang sama (yakni keduanya dari kaum muslimin,
-pen).” (HR. al-Bukhari, “Kitab al-Fitan” 13/88 no. 6588, Fathul Bari,
Muslim 18/13 “Kitab al-Fitan wa Asyrathus Sa’ah” dari sahabat Abu
Hurairah z) (http://asysyariah.com/perang-shiffin-celah-munafiqin-mencela-amirul-muminin.html).

Juga hadits Abu Bakrah dia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam di atas mimbar bersabda, dan ketika itu Al-Hasan ada
disamping beliau. Sesekali beliau melihat ke arah orang banyak dan
sesekali melihat kepadanya seraya bersabda:


ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

“Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid (pemimpin) dan dengan
perantaraannya Allah akan mendamaikan dua kelompok besar kaum Muslimin.”
(HR. Al-Bukhari no. 3746 dan Muslim no. 1065).

2. Salafi beranggapan JIKALAU ADA YANG TERBUNUH DIANTARA
MEREKA dalam perang shiffin maka MEREKA AKAN MENDAPATKAN SURGA, DALIL
wahabi adalah :

Ibnu Abi Syaibah berkata:

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ أَيُّوبَ الْمَوْصِلِيُّ، عَنْ
جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ، قَالَ: سُئِلَ
عَلِيٌّ عَنْ قَتْلَى يَوْمِ صِفِّينَ، فَقَالَ: ” قَتْلَانَا
وَقَتَلَاهُمْ فِي الْجَنَّةِ، وَيَصِيرُ الْأَمْرُ إِلَيَّ وَإِلَى
مُعَاوِيَةَ

“Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Ayyuub Al-Maushiliy, dari
Ja’far bin Burqaan, dari Yaziid bin Al-Asham, ia berkata : ‘Aliy pernah
ditanya tentang orang-orang yang terbunuh di perang Shiffiin, maka ia
berkata : “Orang yang terbunuh dari kami dan dari mereka ada di surga”.
Dan perkara tersebut akan ada antara aku dan Mu’aawiyyah [Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah, 15/302].

3. wasiat Rasulullah versi wahabi:

إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا

“Jika disebut-sebut tentang (perselisihan) sahabatku, tahanlah diri
kalian (dari mencela mereka).” (HR. ath-Thabarani 2/78/2, Abu Nu’aim
al-Ashbahani dalam al-Hilyah 4/108, dan dinyatakan sahih oleh al-Albani t
dalam ash-Shahihah [1/75 no. 34]).

Demikian pula sabda Nabi SAW versi wahabi :

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا
أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

“Jangan kalian mencela sahabat-sahabatku. Jangan kalian mencela
sahabat-sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya
salah seorang dari kalian berinfak emas sebesar Gunung Uhud, tidak akan
menandingi satu mud sedekah mereka atau setengahnya.” (HR. al-Bukhari
dan Muslim, ini adalah lafadz Muslim).

Rasulullah n bersabda versi wahabi:

إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا

“Jika disebut-sebut sahabatku (dengan kejelekan –pen.), tahanlah diri
kalian!” (HR. ath-Thabarani 2/78/2, Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam
al-Hilyah 4/108, dan dinyatakan sahih oleh al-Albani t dalam
ash-Shahihah [1/75 no. 34]).

4. wahabi meyakini Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib   mendamaikan
dua golongan besar kaum muslimin dengan menyerahkan kekhilafahan kepada
Mu’awiyah bin Abi Sufyan c. Wahabi meyakini Terwujudlah berita
Rasulullah   tiga puluhan tahun sebelum tahun jamaah.

Al-Hasan   berkata:

وَلَقَدْ سَمِعْتُ أَباَ بَكْرَةٍ قَالَ: بَيْنَا النَّبِيُّ n يَخْطُبُ
جَاءَ الْحَسَنُ، فَقَالَ النَبِيُّ n: إِنَّ ابْنِي هَذَا لَسَيِّدٌ،
وَلَعَلَ اللهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مَنْ الْمُسْلِمِينَ.

Sungguh aku mendengar Abu Bakrah berkata, “Suatu hari ketika Nabi n
berkhutbah, al-Hasan datang. Beliau lantas bersabda, ‘Sesungguhnya
anakku ini benar-benar sayyid (seorang pemimpin), dan Allah akan
mendamaikan dengan sebab dia dua kelompok besar dari kaum muslimin’.”
(HR. al-Bukhari no. 6692–2557).






Jawaban kami :
Nabi SAW menyebut Mu’awiyah cs sebagai kelompok pemberontak sesat !

1. HASAN bukan  MENYERAHKAN KEIMAMAHAN KEPADA MUAWIYAH.


Imam
Hasan bukan membai’at Mu’awiyah !! Melainkan melakukan perjanjian damai
temporal, yang mana perjanjian itu lalu dikhianati Mu’awiyah, malah
Mu’awiyah menyuruh Ja’dah meracuni Imam Hasan
Mu’awiyah sahabat mulia  ? Hujur bin Adi Beliau termasuk salah
seorang sahabat terbesar Rasulullah saw dan Amirul Mukminin, juga
termasuk seorang pembesar di zamannya. Ibnu Atsir Jazairi, dalam Usud
al-Ghâbah dan lainnya, menganggap beliau telah mencapai kedudukan yang
dekat dengan Allah Swt, karena menjadi salah seorang yang doanya
dikabulkan. Beliau terbunuh sebagai seorang syahid di Marja Ghadra,
salah satu daerah di Syam, atas perintah Muawiyah pasca perdamaian Hasan
dengan Muawiyah.


alasan perdamaian Imam Hasan  dengan Muawiyah adalah alasan
perdamaian Nabi saw dengan Bani Dhumrah dan Bani Asyjaت, dan juga dengan
penduduk Mekkah lewat perjanjian Hudaibiyah. Mereka adalah orang-orang
yang bersikap kafir terhadap wahyu Allah; Muawiyah dan para konconya
juga kafir terhadap ta’wil (tafsir firman Allah). Muawiyah mengklaim
bahwa ia menganggap dirinya layak untuk (menduduki kursi) kekhilafahan;
tetapi imam Hasan tidak memandang layak untuknya.



Bukankah engkau mengetahui bahwa ketika Nabi Khidir as membakar
kapalnya dan membunuh seorang anak serta mendirikan tembok, Nabi Musa
marah terhadap tindakan-tindakannya itu? Karena wajah kebenaran tampak
samar baginya sampai kemudian dijelaskan kepadanya tentang alasan yang
sebenarnya. Begitu juga wahabi mencela Hasan karena kejahilan kalian
terhadap wajah kebenaran di dalamnya. Jika Imam Ali dan Imam Hasan tidak
melakukan apa yang dilakukan ini, niscaya tak akan ada lagi Syi’ah  di
muka bumi ini kecuali terbunuh.



Dengan demikian, sebab-sebab perdamaian dapat diringkas dalam beberapa noktah berikut:

_ Lemahnya kekuatan pendukung Imam Hasan dikarenakan kerapuhan dan
pembangkangan mereka atas perintahperintah beliau setelah tersebarnya
pengaruh propaganda Muawiyah di kalangan mereka. Dalam keadaan ini,
perlawanan akan berlangsung tidak akan seimbang; kecuali hanya akan
menyebabkan hal lebih buruk lagi bagi risalah di hadapan makar Muawiyah;
sementara Imam Hasan berkewajiban untuk menjaga risalah tersebut dan
menumbuhkannya di tengah masyarakat yang dikuasai Muawiyah dan tipu
dayanya.

_ Kondisi buruk pasukan Imam Hasan berdampak pada kesyahidannya dan
kesyahidan orang-orang yang ikhlas dari kalangan Ahlulbait dan para
sahabat nya; sebagian mereka dibiarkan hidup dalam penjara Muawiyah atau
dibebaskan dalam keadaan lemah· minimal diiming-imingi akan bebas.
Semua keadaan ini jelas jauh lebih buruk. Sekalipun kesyahidan merupakan
perintah syariat, baik dilakukan dengan segera atau tidak, namun itu
tidak boleh ditempuh, apalagi jika berakibat terputusnya garis imamah
(kepemimpinan Ilahi) dan pemusnahannya secara total.

_ Penjagaan terhadap eksistensi kaum Mukmin di bawah keadilan
Ahlulbait agar tidak sampai musnah secara total sebagai dampak dari
kebencian Bani Umayah terhadap Bani Hasyim, sebagaimana dikuatkan
berbagai riwayat sejarah Islam yang berdarah-darah. _ Menjaga
tertumpahnya darah kaum Muslim dalam peperangan melawan para pemberontak
yang jelas-jelas hanya akan menciptakan kerugian belaka.

_ Menyingkap hakikat kejahiliahan yang menyelubungi Muawiyah,
sekaligus membentengi umat Islam darinya setelah diketahui bahwa tampuk
kekhalifahan telah dipersiapkan (untuk diwariskan) untuk dimonopoli
anak-anak Bani Umayah yang bernafsu menguasai umat Islam dan
mempermainkan ajaran Islam serta memadamkan api revolusi Nabi yang
mulia.

_ Perlunya mempersiapkan kondisi yang kondusif untuk berkonfrontasi
melawan kekuatan kufur dan munafik yang bersembunyi di balik kekuatan
(Muawiyah). Sebab-sebab hakiki yang berada di balik sikap Ilahi yang
dijalankan Imam maksum ini tersembunyi bagi sebagian besar orang yang
hidup sezaman dengan beliau, juga bagi sebagian orang yang dangkal
pikirannya serta  orang-orang sesat yang berada dalam pengaruh gerakan
pemutarbalikan fakta tersebut. Tetapi, kejadian-kejadian pasca
perdamaian dan strategi permusuhan yang dilancarkan Muawiyah serta para
pejabat Bani Umayah lainnya, serta kejadian-kejadian yang menyebabkan
kerugian besar bagi Islam dan kaum Muslim, telah menyingkap sebagian
rahasia sikap Imam Hasan ini.


bani Umayah, kelompok jahiliah yang mungkar,karena merepresentasikan
kezaliman yang tidak bersumber dari selain mereka. Bahkan, tanpa itu,
mereka tetap menjadi bahaya bagi Islam dan keluarga Nabi saw.


Hasan menghentikan  pertumpahan darah. Menyelamatkan keluarga 
lebih baik daripada mereka membunuhku dan memusnahkan Ahlulbait dan
keluarga. Demi Allah, jikaHasan memerangi Muawiyah, mereka akan membunuh
ahlulbait sehingga mereka memaksa untuk berdamai dengannya demi
menyelamatkan kaum syi’ah.



Apakah berperang ataukah berdamai. Telah mempertimbangkan bahwa bagi
Imam Hasan, berperang hanya akan menyebabkan kehancuran barisan pejuang
agama dan ahlulbait, para pemberi petunjuk ke jalan Allah Azza Wajalla,
dan pembimbing ke jalan yang lurus.Oleh karena itu, Imam Hasan
memutuskan untuk berlepas tangan terhadap Muawiyah karena tindakannya
yang sudah kelewat batas, dan mengujinya dengan kekuasaan yang sangat
diinginkannya.


Namun begitu, dalam akad perjanjian damai tersebut, ia diharuskan
untuk tidak melanggar Kitab Allah dan Sunah selama kekuasaannya dan
kekuasaan para pembantunya, tidak menuntut salah seorang pengikut
(Syi’ah beliau) pun atas apa yang dilakukannya terhadap Bani Umayah,
mendapatkan hak hak kehormatan dan lainnya sebagaimana yang diberikan
kepada kaum Muslim selain mereka; dan masih banyak lagi syarat yang
tentunya Imam Hasan menyadari betul bahwa Muawiyah tak akan menepatinya,
dan malah akan melakukan hal sebaliknya. Inilah yang dipersiapkan Imam
Hasan untuk menyingkapkan selubung penutup wajah Bani Umayah, sekaligus
membongkar kedok yang selama ini menutupi penyimpangan Muawiyah.


Bagi Imam Hasan, perdamaian ini telah mempersiapkan jalan bagi
Muawiyah membuka kedok dirinya tanpa sadar; dan Muawiyah sendiri
sebenarnya sedang memasang ranjau yang akan meledakkan dirinya sendiri.
Kemenangannya (Muawiyah) hanya akan menjadi buih dan beterbangan laksana
debu. Tidak lama setelah itu, meledaklah ranjau pertama yang ditanam
dalam butir-butir perdamaian. Ledakkan itu bersumber dari diri Muawiyah
sendiri, di saat dirinya sedang bergembira atas kemenangan
(lahiriah)nya, karena pasukan Irak bergabung di bawah benderanya di
Nukhailah. Ia lalu  sesumbar saat berkhotbah sambil berdiri di hadapan
penduduk Irak, „Wahai penduduk Irak! Sungguh aku tidak memerangi kalian
agar kalian mendirikan shalat, melaksanakan puasa, atau mengeluarkan
zakat, atau agar kalian berhaji. Aku memerangi kalian hanya karena
supaya aku dapat memerintah kalian. Allah telah memberikan hal itu
kepadaku, tetapi kalian tidak menyukainya. Ingatlah bahwa semua yang aku
berikan kepada Hasan bin Ali (butir-butir perjanjian damai)  telah aku
letakkan di bawah telapak kakiku ini.


Hasan berdamai dengan Muawiyah dan menghentikan peperangan
dengannya. Hasan  berdamai dengannya dan memandang bahwa menghentikan
pertumpahan darah lebih baik daripada mengalirkannya. Tidak ada yang
dinginkan dari hal tersebut kecuali kemaslahatan dan keselamatan
ahlulbait (meskipun Hasan tahu itu mungkinjadi fitnah bagi kalian).
Mu’awiyah
mengajukan syarat-syarat dan berjanji menghentikan peperangan dan tersebarnya fitnah. Sesungguhnya,
Muawiyah yang hanya Muslim secara lahiriah dan lisan saja pada
hakikatnya adalah musuh besar Islam. Muawiyah menundukkan hati
masyarakat dengan berlindung di balik tameng agama yang keropos.


Orang-orang umumnya sedikit pun tidak menyadari hal itu. Kaidah yang
berlaku dalam Islam·bahwa Islam menutup lembaran apa yang sudah terjadi
di masa lalu diterapkan untuk menutupi keburukan-keburukan Bani Umayah.
Terutama dalih bahwa Rasulullah memaafkan dan bersahabat dengan mereka
(Bani Umayah), juga para Khalifah telah mendekati sebagian mereka dan
memberikannya kekuasaan atas kaum Muslim, juga berbagai fasilitas yang
tidak diberikan kepada selain mereka, sehingga kekuasaan mereka mampu
berjalan selama dua puluh tahun di Syam. Di sana, mereka tidak pernah
berhenti melakukan kemungkaran. Selalu saja mereka melakukan apa yang
dilarang agama. Khalifah sunni  kedua menjalankan kontrol yang ketat
bagi sebagian gubernurnya. Tetapi tidak terhadap sebagian gubernur
lainnya. Ia tidak menerapkan larangan apapun terhadap kelompok Umayah
sehingga menggolkan rencana-rencana Bani Umayah.


Di seluruh bagian negara, Muawiyah mengklaim dan menggembar gemborkan
dirinya sebagai keturunan bangsa Quraisy, juga menyebut dirinya sebagai
sahabat Rasulullah saw. Dengannya, ia pun menjadi lebih termasyhur
daripada sebagian besar sahabat awal yang diridai Allah dan mereka rida
kepada Allah, seperti Abu Dzar, Ammar, Miqdad, dan sebagainya.
Demikianlah, Umawiyahisme bangkit kembali, menunduk kan Bani Hasyim atas
nama Bani Hasyim secara terang-terangan, serta melancarkan berbagai
intrik dengan cara diam-diam. Seiring dengan perubahan zaman, ia mulai
menundukkan umat dengan muslihatnya, membeli para tokoh (agama) dengan
onggokan harta milik umat yang dikuasainya, serta menawarkan berbagai
jabatan yang menyilaukan mata mereka. Jabatan-jabatan yang tidak
diciptakan Allah bagi para pengkhianat seperti mereka.


Kaum pengkhianat ini berusaha sekuat tenaga meraih  simpati sang
penguasa. Hingga, ketika kekuasaan sudah stabil lewat muslihat Muawiyah,
isme ini menyusup ke dalam ajaran Islam, sebagaimana menyusupnya
balatentara setan, seraya menyelinapkan maksud jahatnya, menjalankan
aksi perusakannya, mengembalikan kehidupan umat ke masa jahiliah yang
muncul dari kesembronoan dan pemberhalaan zaman jahiliah, serta
menjalankan sikap oportunisme yang diinginkan Umawiyahisme untuk
memuluskan kepentingan-kepentingan mereka dan menggunakannya demi
menjaga hak-hak istimewanya.


Muawiyah yang berkuasa di Syam mencium tentang baiat masyarakat
kepada Hasan. Maka, Muawiyah pun berupaya mencegahnya. Pertama, dia
memilih dan mengutus dua mata-mata yang lihai ke Kufah dan Basrah untuk
mencari berita penting bagi Muawiyah serta melakukan makar dan
kekisruhan di dalam pemerintahan Imam Hasan as. Imam mendengar makar ini
dan menginstruksikan penangkapan dua mata-mata itu. Kemudian Imam
menulis surat kepada Muawiyah dan menyebutkan kelebihan- kelebihan
beliau sehingga lebih layak menjadi khalifah. Muawiyah yang telah sekian
tahun berupaya mencegah perluasan pemerintahan Ali bin Abi Thalib
menantikan peluang seperti ini. Oleh karena itu, ia tidak bersedia
mendengarkan ucapan Imam Hasan dan menolak kebenaran. Ia memutuskan
untuk berjuang melawan pemerintahan baru Imam Hasan as dan menyingkirkan
musuh baru tersebut dengan segala cara, bahkan dengan perang dan
pembunuhan untuk menyingkirkan Imam dari pentas politik. Dengan tujuan
inilah, ia mengumumkan perang dan dengan pasukannya yang besar, ia
bergerak menuju Irak.


Berita ini sampai ke telinga Imam Hasan dan beliau terpaksa
mempersiapkan pasukan untuk melawan pasukan Muawiyah. Setelah pernyataan
perang, Imam Hasan menginstruksikan Hajar bin Adi untuk memobilisasi
umat untuk membela pemerintahan yang sah. Sekelompok umat menerima dan
bersiap-siap untuk bergerak menuju medan laga. Namun sayangnya,
kebanyakan umat enggan mengikuti perang. Akibatnya, pasukan Imam Hasan
tidak mencapai jumlah yang mencukupi untuk menghadapi pasukan Muawiyah
yang banyak. Yang lebih mengecewakan lagi adalah bahwa jumlah pasukan
yang kecil ini, dari segi pemikiran, tidak bersatu dan tidak sehati
dalam mengejar berbagai bentuk tujuan.


Sebagian ahli kaji membagi pasukan Imam Hasan seperti berikut:

Sekelompok umat adalah Syi’ah sejati dan pendukung setia Imam Hasan
serta pendukung pemerintahan Alawi. Sekelompok lainnya adalah mereka
yang bermusuhan dengan Muawiyah dan ikut serta dalam perang dengan
tujuan hanya untuk menjatuhkan Muawiyah, bukan untuk membela
pemerintahan dan khilafah Imam Hasan as yang sah. Kelompok keempat
adalah mereka yang ragu dalam mengenali kebenaran sehingga memiliki dua
hati dalam melakukan perang atau, dengan kata lain, mereka menyertai
perang dengan tanpa tujuan. Kelompok kelima adalah mereka yang tidak
memiliki pengetahuan yang benar tentang tujuan perang dan berperang
karena fanatisme golongan sehingga mereka secara mutlak mengikuti para
kepala suku.:!


Alhasil, Imam Hasan tidak memiliki cara lain, kecuali bersama pasukan
yang dimilikinya itu berusaha mempertahankan dan membela diri. Beliau
mengatur pasukannnya. Beliau mengutus em pat ribu orang yang dipimpin
oleh lelaki dari Kabilah Kandah ke wilayah bernama Anbar. Beliau
mengatakan, “Tunggulah perintahku danjangan berbuat sesuatu terlebih
dahulu!”.


Muawiyah menggunakan tipuan dan makar yang biasa dilakukannya.
Dengan, memberikan 500 ribu dirham kepada komandan pasukan Imam Hasan,
ia meminta komandan itu agar menggagalkan perang dan berpaling dari Imam
Hasan. Lelaki Kandi itu menerima uang itu dan beserta 200 orang
pengikutnya, pergi menuju muawiyah. Imam Hasan sangat kecewa mendengar
berita ini dan menunjuk seorang komandan lain dari suku Murad sebagai
ganti lelaki Kandi itu.


Muawiyah kali ini juga berhasil menyuap lelaki dari kabilah Murad itu
dan memberikan 5000 dirham kepadanya seraya berjanji bahwa nanti seusai
perang, akan diserahkannya salah satu wilayah. Ia menerima uang itu dan
bergabung clengan Muawiyah.


Beberapa yang lainnya juga disogok seperti itu dan bergabung dengan
Muawiyah, di antaranya adalah Ubaidillah bin Abbas. Sejumlah kepala
kabilah Kufah menulis surat kepada Muawiyah, “Kami adalah pendukungmu
dan datanglah kepada kami. Ketika engkau telah mendekati kami, kami akan
menangkap Hasan dan menyerahkannya kepadamu atau kami akan menerornya.”.



Perdamaian dengan Muawiyah.

Saat Imam Hasan bersama empat ribu pasukannya berhenti di Sabath,
Muawiyah mengirimkan surat-surat warga Kufah dan para pemuka kabilah
kepada Imam Hasan as seraya menulis, “Wahai anak paman! Janganlah engkau
memutuskan kekeluargaan an tara diriku dan dirimu! Janganlah engkau
percaya dan sombong dengan masyarakat ini sebab, sebelumnya, mereka
telah berkhianat kepadamu dan juga kepada ayahmu. Aku bersedia menjalin
perdamaian denganmu.”.


Imam Hasan mengawasi keadaan pasukannya dan mengetahui pengkhianatan
sejumlah pemuka pasukannya kepada Muawiyah. Imam mengetahui benar
ketidaksetiaan masyarakat Kufah dan ketidaksepahaman pikiran di dalam
pasukan. Imam merasakan bahwa dalam kondisi seperti ini, perang tidak
akan menghasilkan sesuatu, kecuali pcmbunuhan dan pembantaian massal
Muslimin sehingga, pada akhirnya, pasukan musuh “akan menang dan
kejahatan akan bertambah terhadap orang-orang Syi’ah. Hanya saja
menerima perdamaian bukanlah suatu hal yang mudah.


Pada saat itu, Muawiyah mengirimkan surat sebagian pemuka kabilah
kepada Imam Hasan yang tertulis, “Kami bersedia untuk menangkap Hasan
dan menyerahkannya kepadamu atau menerornya.” Selain itu, dalam sebuah
surat ditulis, “Pasukanmu adalah semacam ini. Dengan pasukan seperti
ini, engkau ingin berperang denganku? Sebaiknya engkau dan umatmu
menghindari perang ini dan menerima perdamaian. Dalam kaitan ini, aku
menerima persyaratanmu dan akan konsisten serta memegang teguh
perjanjian itu.”.


Kendati mengenal dengan baik tipu daya dan siasat Muawiyah, Imam
Hasan tidak mempunyai jalan lain, kecuali menerima tawaran Muawiyah. Ia
tahu bahwa ia tidak dapat menang melawan pasukan Muawiyah. Maka,
alangkah baiknya kalau Imam menerima perdamaian demi mencegah
pertumpahan darah.


Imam Hasan menyatakan kesiapannya untuk berdamai dan mengusulkan beberapa hal berikut ini sebagai syarat:

1. Hendaknya Muawiyah tidak menamakan dirinya sebagai Amirul Mukminin.

2. Imam Hasan tidak dihadirkan untuk menyatakan kesaksian.

3. Para Syi’ah Imam Ali di mana saja dalam keadaan aman serta tidak mendapatkan gangguan dan penyiksaan.

4. Hendaknya Muawiyah membagikan ribuan dirham kepada anak-anak
syuhada yang ayah-ayah mereka syahid dalam pertempuran Jamal dan Shiffin
di dalam barisan pasukan Ali.

5. Hendaknya Muawiyah bersikap sesuai dengan al-Quran clan sunah Rasulullah saw serta sirah para khalifah yang saleh.

6. Hendaknya Muawiyah tidak mengenalkan at au menunjuk putra mahkota
setelahnya dan menyerahkan urusan khilafah kepada clewan syura Muslimin.

7. Hendaknya tidak melakukan makar terhadap Hasan, Husain, dan
segenap Ahlulbait Rasulullah saw, baik secara sembunyi- sembunyi ataupun
terang-terangan dan jangan meneror mereka.


Muawiyah menerima semua persyaratan itu dan berjanji untuk bersikap setia.

Dengan demikian, perjanjian perdamaian pun ditandatangani oleh kedua
pihak. Akan tetapi Muawiyah tidak setia melaksanakan kandungan surat
perdamaian. Sejak pertama, ia menampakkan niat pengkhianatnya. Muawiyah
tiba di Nakhilah dan setelah menunaikan shalat jamaah, ia berkhotbah dan
berkata, “Aku tidak bcrperang dengan kalian agar kalian dapat
melaksanakan shalat, puasa, haji, dan menunaikan zakat. Aku berperang
dengan kalian untuk memimpin kalian dan Allah memberikan itu untukku
sedangkan kalian tidak menyukai itu. Aku telah berjanji kepada Hasan bin
Ali untuk memelihara beberapa persyaratan tetapi aku tidak akan
menghormatinya dan tidak satu pun yang akan kulaksanakan.”.


Politik Muawiyah yang keji terus berjalan dan meledak dengan segala
kemungkaran yang menyalahi al-Quran dan Sunah; membunuhi masyarakat
sipil tak bersalah, melecehkan kehormatan diri, merampok harta benda
milik umat, dan memenjarakan orang-orang merdeka. Muawiyah menghentikan
berbagai kemungkarannya ini dengan langkah yang lebih berbahaya bagi
kaum Muslim (yaitu, mengangkat anaknya yang durjana, Yazid). Anaknya
inimembahayakan agama dan dunia mereka. Sebagian di antara keculasannya
adalah apa yang terjadi pada peristiwa Thaff (Hari Asyura), Hurrah, dan
juga dalam peristiwa Mekkah. Karena dalam peristiwa Mekkah ini, ia
mengarahkan berbagai senjata mematikan ke arah mereka. Terlepas dari
berbagai kejadian itu, yang penting adalah bahwa kejadian-kejadian
tersebut memanifestasikan sekaligus menjelaskan langkah politik Imam
Hasan.

Salah satu hal yang menguntungkan beliau adalah terbongkarnya kedok
yang dikenakan orang-orang zalim itu, serta kandasnya konspirasi yang
mereka lancarkan terhadap risalah kakeknya. Apa yang beliau inginkan
telah terwujud dengan sempurna, sehingga menjadi jelaslah apa-apa yang
tersembunyi dan keculasan Bani Umayah. Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam. Maka, penghulu para syuhada ini melempangkan jalan
revolusinya yang telah dijelaskan Allah dalam kitab-Nya, dan itu
dijadikan sebagai pelajaran berharga bagi orang orang yang mau berpikir.


bagi orang-orang berakal yang merenungkannya. Karena Imam Hasan,
dengan sikap ksatria, ditempatkan pada posisi bersabar dalam menanggung
berbagai hal buruk secara pasif dan terbimbing. Dan peristiwa Karbala
pada awalnya adalah Hasaniyah sebelum Husainiyah: karena Imam Hasan
mematangkan hasil-hasilnya dan menyiapkan segala penyebabnya.


Imam Hasan bangkit dan setelah mesjid kosong, menjelaskan alasan mengapa dirinya mau berdamai dengan Muawiyah, „Wahai
Hujur! Aku telah mendengar perkataanmu di majelis Muawiyah. Tetapi,
tidak setiap orang menyenangi apa yang kau senangi, juga pendapat mereka
tidak seperti pendapatmu. Sesungguhnya aku tidak melakukan apa yang aku
lakukan kecuali untuk keselamatan kalian.Wahai Adi! Sebenarnya aku
melihat keinginan sebagian besar orang untuk berdamai dan mereka tidak
menyukai peperangan. Aku tidak suka membawa mereka pada apa yang mereka
benci. Aku melihat penolakan terhadap perang entah sampai kapan.



Musayyab bin Najbah dan Sulaiman bin Shurd Keduanya terkenal dengan
kesetiaan dan keikhlasan pada Ahlulbait. Imam Hasan menjawab, „Wahai
Musayyab! Sesungguhnya jika aku ingin·dengan apa yang aku lakukan dunia
maka Muawiyah tak akan mampu menahan diri ketika bertemu denganku dan
tidak akan tahan memerangiku. Tetapi yang aku inginkan adalah kebaikan
kalian dan melindungi kalian.


Imam Hasan dan Imam Husain adalah dua wajah dari satu risalah. Setiap
wajah dari keduanya berada di tempat, zaman, dan fase sejarah
masing-masing. Keduanya sepadan dalam hal kebangkitannya dan selaras
dalam pengorbanannya di jalan perjuangannya masing-masing.


Imam Husain sewaktu bangkit melawan Yazid sehingga mengakibatkan
Daulat Sufyaniyah mengalami kejatuhan dengan segera niscaya  akan
hilanglah perjuangan kakek keduanya (Muhammad saw) dalam sekejap mata.
Akibatnya, agama beliau akan menjadi agama keluarga Abu Sufyan; agama
pengkhianatan, kefasikan, dan kebusukan; agama pembinasaan orang-orang
saleh dan pemeliharaan kebusukan dan kefasikan. Barangkali muncul
pertanyaan; mengapa Imam Hasan tidak menapaki jalan kesyahidan seperti
yang dilakukan Imam Husain, padahal Imam Husain juga mengetahui bahwa
dirinya tak akan mampu mencapai kemenangan militer atas Yazid ? Muawiyah
menampakkan Islam, sementara Yazid merayakan kefasikan dan keburukan,
di samping sifat ayahnya yang culas dan anaknya yang dungu.


Imam Hasan hidup bersama Rasulullah selama tujuh tahun beberapa
bulan. Ketika beliau menjadi Imam, usianya mencapai 37 . Masa
khilafahnya, dari sejak Amirul Mukminin wafat hingga masa perdamaian
dengan Muawiyah, adalah enam bulan tiga hari.

Setiap kejadian sejarah harus dikaji dan dijelajahi
dengan memperhatikan pelbagai kondisi dan situasi politik yang
berkembang pada zamannya.Tindakan pertama Imam Hasan As setelah naiknya
ke tampuk pemerintahan adalah menyiapkan pasukan untuk menghadapi
eskalasi pasukan Muawiyah.  Namun sesuai dengan tuntutan situasi dan
kondisi masyarakat Imam memilih berdamai dan menghindar melanjutkan
perang setelah menimbang seluruh sisi persoalan yang terdapat pada dunia
Islam. Di samping itu dengan memperhatikan kemampuan dan kekuataan
militer pemerintahannya apabila angkat senjata berhadapan dengan
Muawiyah maka diputuskan untuk berdamai dan tidak melanjutkan perang
lantaran ini tidak memberikan maslahat bagi Islam dan kaum
Muslimin.Sejarah menunjukkan bahwa pertama, Imam Hasan As,  lantaran
tidak memiliki penolong dan panglima-pangliman yang tulus, beliau tidak
memiliki peluang untuk meraih kemenangan militer melawan Muawiyah dan
para antek-anteknya. Kedua, dalam kondisi seperti ini hasil perang
dengan Muawiyah tidak akan memberikan keuntungan bagi dunia Islam.
Ketiga, peperangan Imam Hasan melawan Muawiyah  kemungkinan hasilnya
adalah terbunuhnya Imam Hasan di tangan Muawiyah dan hal itu bermakna
kekalahan sentral kekhalifaan kaum Muslimin.Adapun situasi dan kondisi
yang berkembang pada masa Imam Husain As sama sekali berbeda dengan
situasi dan kondisi yang dihadapi Imam Hasan As. Lantaran orang-orang
pada masa ini sudah muak dengan kezaliman dan kejahatan Bani Umayyah.
Mereka ingin berbaiat kepada Imam Husain As dan meminta beliau untuk
datang ke Kufah untuk membentuk pemerintahan. Demikian juga,  orang yang
berhadapan dengan Imam Husain As adalah Yazid yang sama sekali tidak
mengindahkan hukum-hukum dan aturan-aturan Islam dan baiat Imam Husain
As kepada Yazid bermakna menerima secara resmi kezaliman, kejahatan,
kemungkaran dan kehancuran Islam.

Karena itu, perdamaian (sulh) Imam Hasan dan kebangkitan (qiyâm)
Imam Husain As adalah dua peristiwa dan kejadian yang terjadi dalam
sejarah. Keduanya harus dikaji dan dijelajahi dengan memperhatikan
situasi dan kondisi sosial-politik yang berkembang pada masa keduanya.
Apabila tidak demikian dalam pandangan kami keduanya adalah imam dan
keduanya terjaga dari segala jenis kesalahan dan kekeliruan. Apabila
sekiranya Imam Husain yang menjadi pengganti dan khalifah Imam Ali As
menduduki jabatan imamah maka beliau akan melakukan hal yang sama
seperti apa yang dilakukan oleh saudaranya Imam Hasan As.


2.I’tiqad sunni yang menganggap Mu’awiyah sama sama benar dengan Imam Ali tidak masuk akal.

Karena bertentangan dengan  firman Allah Ta’ala:

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا
الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ. إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar
perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu
kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah
surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu
berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
(QS. Al-Hujurat: 9-10).

Bersambung....

No comments:

Post a Comment