Monday, December 17, 2012

Tragedi Di Tanah leluhur Ortu my father


TANGISAN ANAK NAGARI TIKU - MANGGOPOH
UNTUK PEMIMPIN

Agam—Keberadaan PT Minang Agro (PT Provident Agro Tbk) mengambil alih PT Mutiara Agam, beberapa tahun lalu, telah membawa perubahan besar pada tatanan kehidupan masyarakat adat nagari Tiku, kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam, Sumbar. Masyarakat yang awalnya hidup harmonis dan diatur secara adat oleh ninikmamak mereka, sekarang mulai saling bermusuhan, bahkan bunuh-bunuhan, akibat agitasi perusahaan milik konglomerat Edwin Soeryadjaya ini.
Sewaktu PT Mutiara Agam masih beroperasi di nagari Tiku, kehidupan harmonis antara investor dengan masyarakat lokal berjalan damai dan saling menguatkan. Ekonomi masyarakat ditingkatkan dengan pembelian buah sawit (TBS), sarana dan prasarana di bangun seperti mesjid, sekolah, dan lainnya. Setiap hari besar nasional, semua karyawan PT Mutiara Agam bersama warga sekitar memperingati bersama. Masa keemasan itu sewaktu PT Mutiara Agam dipimpin oleh seorang jendral yang bernama Wiyono.

Bergantinya kepemilikan perusahaan sawit kebanggaaan masyarakat nagari Tiku ini menjadi PT Minang Agro, anak perusahaan PT Provident Agro TBK, lambat tapi pasti telah membawa kehancuran terhadap sendi-sendi kehidupan adat nagari Tiku yang harmonis. Sikap arogan dan anggap remeh pada masyarakat lokal oleh para petinggi perusahaan PT Minang Agro semakin menjadi-jadi.

Jika dulu Tandan Buah Segar (TBS) milik masyarakat sekitar perusahaan dibeli oleh perusahaan, sekarang tidak lagi. Jika dulu ada perayaan hari besar bersama, sekarang tidak lagi, jika dulu ada pembangunan infra struktur sekarang tidak lagi, jika dulu ada bantuan buat kegiatan kepemudaan, sekarang jangan di harap. Dimata masyarakat yang awam tetapi patuh pada adat istiadatnya, PT Minang Agro tidak lebih sebagai penjajah Belanda saja, mereka hanya mencari untung di nagari Tiku, tanpa melakukan Corporate social Responsilibility (CSR) seperti yang ditunjukan oleh PT Mutiara Agam.

Kemuakan anak nagari Tiku semakin memuncak, ketika lahan perkebunan sawit milik pribadi mereka, di caplok begitu saja, dengan alasan ini adalah areal Hak Guna Usaha (HGU) mereka. Perusahaan tentu saja dibantu oleh keamanan negara untuk membungkam tangisan dan jeritan pemilik kebun.Padahal, untuk menanam kebun sawit tersebut, mereka harus berhutang ke bank dan diangsur tiap bulan.Kebun yang telah mereka kelola p[uluhan tahun dan ditujukan buat anak cucu mereka terampas sudah.PT Minang Agro jalan terus dibantu aparat negara.

Keculasan dan kebusukan perusahaan ini terungkap, ketika mereka mencaplok lahan milik ulayat suku Tanjuung Manggopoh seluas 2500 hektare yang terletak di dusun Anak Aia Gunuang. Suku tanjung Manggopoh pun menggugat sehingga lahirlah Putusan Peninjauan Kembali PK No 749-PK/PDT/2011 yang dimenangkan oleh kaum Tanjung Manggopoh.

PT Minang Agro kena batunya, perusahaan yang dikomandoi oleh Tri Boewono ini di haruskan mengembalikan lahan seluas 2500 Ha serta ganti rugi Rp. 203 milyar kepada suku Tanjuang Manggopoh.

Dari bukti dan data-data persidangan terungkap, ternyata Basa Nan Barampek sebagai penguasa ulayat nagari Tiku, tidak pernah memberikan lahan seluas 6825 Ha, yang diberikan oleh Basa Nan Barampek hanya 2000 Hektare tahun 1983. Fakta persidangan ini membuat mata anak nagari Tiku terbuka, ternyata PT Minang Agro telah mengkangkangi adat istiadat yang mereka anut selama ratusan tahun.

Kemenangan suku Tanjuang Manggopoh ini, merupakan rahmat buat anak nagari Tiku karena majlis hakim Mahkamah Agung juga menyatakan HGU PT Minang Agro no 04/98 dinyatakan cacat hukum dan lemah. Jika eksekusi tanah ini terjadi, otomatis, PT Minang Agro angkat kaki dari Bumi Tanjung Mutiara serta lahan seluas 6125 Ha itu kembali kepangkuan anak nagari dan di kuasai oleh Basa Nan Barampek nagari Tiku.
Pt Minang Agro tidak menyerah begitu saja. Mereka sangat licin dalam menangguk untung. Untuk mempertahankan hegemoni mereka atas tanah ulayat nagari Tiku, mereka belajar kepada Bangsa Belanda, yati dengan taktik Adu Domba.

Pihak perusahaan lalu membentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Forum Pembela Tanah Ulayat (FPTU), sejumlah ninikmamak di rekrut dan dicuci otaknya. Para pemuda juga dibentuk dalam sebuah organisasi sayap yang diberinama Parik Paga, tak tanggung-tanggung jumlahnya 600 orang. Mereka di biayai, fasilitas diberikan, strategi hukum juga diberikan, termasuk senjata.

Perusahaan ini meniupkan isyu bahwa tanah yang 2500 ha tersebut merupakan ulayat nagari Tiku. Tidak sejengkal tanah ulayat Tiku dikuasai oleh orang lain, sebuah statmen yang sangat heroik. Padahal, menurut peta adat yang dibuat zaman Belanda, nyata-nyata tanah yang 2500 Ha itu merupakan milik kaum Tanjuang Manggopoh. Bukti peta lama inilah yang membuat mahkamah agung memenangkan kaum Tanjuang Manggopoh dalam putusan PK tersebut.

Akibatnya, tanggal cantik, 12-12-2012 menjadi petaka besar buat anak nagari Tiku. Kerusuhan yang terjadi di jorong Simpang Gadih Angik, nagari Tiku V Jorong, telah menghanguskan 52 sepeda motor, puluhan luka kena batu, serta korban yang dilarikan kerumah sakit karena matanya tertembak senapan angin.

Bumi Tanjung Mutiara pun menangis, melihat putra nagarinya saling bakuhantam akibat adu domba oleh PT Minang Agro. Aparat hukum, terutama kepolisian, nyaris tak berdaya mencegah konflik berdarah ini.Mereka kecolongan atau pura-pura tidak tahu.

Pengadilan negri Lubuk Basung, sebagai pelaksana perintah negara ini, juga terpengaruh oleh keadaan rusuh yang telah lama di skenariokan oleh PT Minang Agro. Sementara, kaum Tanjung Manggopoh dibantu saudara mereka dari nagari Tiku yang tergabung dalam organisasi adat Anak Kemenakan Basa Nan Barampek, juga menuntut agar negara segera melaksanakan keputusannya.

Berita konflik berdarah sesama anak nagari yang saling bersaudara ini, membuat nagari Tiku semakin bercucuran airmata nya. Para perantau tersentak, ada apa dengan tanah tumpah darah mereka, siapa yang menjadi dalang dibalik konflik berdarah ini. Para pemanggku adat juga sibuk buat strategi perdamaian, tetapi Air mata ibu pertiwi nagari Tiku, terus mengalir, tanpa seorang pun bisa mencegahnya, tidak juga organisasi raksasa, yang bernama, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(Idham Firmantara – Anak Nagari Tiku)

No comments:

Post a Comment